Senin, 23 Maret 2009

Penjualan Pocari Sweat


Keberhasilan Pocari Sweat mengembangkan pasar minuman isotonik menarik beberapa pemain baru. Diferensiasi dan harga yang relatif lebih murah menjadi andalan para penantang.
Ada gula, ada semut, bunyi pepatah lama itu rasanya sangat pas untuk menggambarkan persaingan di kategori minuman isotonik. Lima tahun lalu, selain Pocari Sweat, hampir tidak ada pemain yang melirik kategori produk ini. Alhasil, Pocari pun harus berjuang sendiri untuk mengembangkan pasar minuman yang berfungsi sebagai pengganti ion tubuh, setelah melakukan aktivitas.
Jalan terjal dan berliku harus dilalui oleh PT Amerta Indah Otsuka (AIO) — produsen dan pemasar Pocari Sweat. Bahkan, perusahaan asal Negeri Sakura ini sempat frustrasi karena pasar produknya tak kunjung berkembang. Sejak diluncurkan awal tahun 1990-an, penjualan Pocari tak kunjung take off, padahal potensi pasarnya amatlah besar. Itu pula yang menyebabkan Ajinomoto menyerah di tahun yang sama, 1990-an, setelah mencoba menggarap kategori produk ini.Saat awal penetrasi, persepsi masyarakat di Indonesia terhadap Pocari Sweat masih kabur. Pocari disejajarkan dengan minuman ringan lain atau bahkan dengan air mineral, seperti Coca-Cola, Sprite, Fanta, Aqua atau Vit. Padahal, Pocari merupakan minuman isotonik, yakni minuman pengganti ion tubuh untuk kesehatan dan kebugaran.
AIO pun tak henti-hentinya melakukan edukasi pasar. Berbagai kegiatan komunikasi pemasaran digelar, mulai dari iklan di TV, media cetak, hingga berbagai kegiatan below the line dengan menghabiskan biaya miliaran rupiah.
Upaya yang tak kenal lelah itu akhirnya berbuah manis. AIO sepertinya memperoleh second wind. Dalam tiga tahun terakhir, penjualan Pocari Sweat mendadak meningkat tajam. Setiap tahunnya terjadi pertumbuhan penjualan di atas 50%. Bahkan, peningkatan penjualan yang amat besar itu memaksa AIO untuk membangun pabrik baru dalam upaya meningkatkan kapasitas produksinya.
Puncaknya, pada pertengahan tahun ini, AIO mengumumkan rencana penambahan investasi sebesar US$ 2 juta, yang salah satunya ditujukan untuk meningkatkan kapasitas produksi. “Saat ini kapasitas produksi kami sekitar 14 juta kaleng per bulan, dengan adanya investasi baru diharapkan kapasitas produksi bisa ditingkatkan menjadi 28 juta kaleng per bulan,” ujar Djaka Widyantara, Kepala Bagian Perencanaan dan Analisis AIO beberapa waktu lalu.
Indonesia merupakan pasar ketiga terbesar Pocari Sweat di Asia setelah Jepang dan Korea Selatan. Pada 2004, total penjualan domestik Pocari mencapai 100 juta kaleng dan 6,5 juta sachet. “Tahun ini, diharapkan menjadi kurang-lebih 150 juta kaleng dan 7,5 juta sachet,” tambah Djaka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar